Sunday, August 9, 2015

Tips Cara Menghafal Al-Quran

dakwatuna.com – Menjadi penghafal Alquran 30 juz (hafidz) adalah hal yang tidak mungkin dapat dicapai. Orang yang biasa-biasa saja akan berpendapat seperti itu. Tapi, tidak bagi orang luar biasa. Orang yang luar biasa memiliki paradigma bahwa menjadi hafidz adalah sebuah kemungkinan. Mengapa saya katakan hanya bagi orang yang luar biasa? Karena, itu tandanya ia telah yakin terhadap pesan cinta dari Rabb-Nya yang berbunyi :
“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Alquran untuk diingat…” (QS. Al-Qalam : 17)
Ayat 17 dalam Surat Al-Qalam tersebut merupakan sebuah paradigma yang ingin Allah tanamkan kepada hamba-hamba-Nya. Paradigma bahwa setiap hamba-Nya pasti mampu menjadi hafidz Quran secara keseluruhan. Bahkan, paradigma ini Allah tegaskan berkali-kali di ayat selanjutnya, yaitu di ayat 22, 32, dan 40 pada surat yang sama. Hanya saja, terdapat beberapa penghalang atau kesalahan ketika seseorang berazzam ingin menjadi hafidz Quran. Di antaranya adalah sebagai berikut:


  1. Ingin Hafidz 30 juz Secepat Mungkin
Seringkali, beberapa orang ingin menjadi hafidz dengan segera. Hingga ia-pun memutuskan untuk mengikuti daurah “tahfizh kilat”, Daurah Menghafal Alquran dalam Satu Bulan misalnya. Dengan modal hafalan juz 30 yang dimiliki, ia pun berangkat menjadi “santri tahfizh kilat”. Hal ini sangat baik jika ia mengikuti daurah tersebut dengan niat agar dirinya mampu “lebih intensif” dalam menghafal Alquran ke depannya. Lebih intensif yang saya maksudkan adalah adanya pengingkatan durasi menghafal. Artinya, ia sudah terbiasa menghafal sebelumnya walaupun hanya beberapa ayat. Sehingga, mengikuti daurah sebagai sarana peningkatan saja.
Namun berbeda halnya jika seseorang mengikuti daurah tersebut agar hafalannya cepat bertambah. Ia ingin segera mencapai target 30 juz. Maka, akibatnya adalah ia akan “kewalahan” karena dikejar target karena belum terbiasa menghafal. Bukannya hafalannya bertambah, yang ada orang tersebut kebingungan bagaimana untuk mengulang hafalan (muraja’ah) setelah daurah berakhir.
Padahal, menghafal bukanlah soal berapa banyak ayat yang mampu kita ucapkan. Jika memang niat menghafal adalah untuk hafidz, setelah ia berhasil mengkhatamkan 30 juz, maka Allah akan melupakan hafalan dari ingatannya. Karena pada dasarnya, menghafal adalah upaya seseorang agar selalu dekat dan mampu berinteraksi penuh dengan Alquran.
Niatkan pada diri Anda bahwa Anda menghafal agar Anda menjadi selalu dekat dengan Alquran, menjadi sahabatnya. Bukankah hanya Alquran yang mampu menemani Anda saat sepi di kuburan kelak? Bukankah hanya Alquran yang mampu mengajak Anda menaiki tangga langit yang paling atas kelak? Bukankah hanya Alquran yang mampu membuka tirai wajah-nya Allah hanya untuk Anda? Iya, hanya seorang sahabat yang mampu melakukannya. Dialah Alquran.
  1. Ingin Hafal Tapi Belum Memiliki Waktu Khusus untuk Alquran (Prime Time)
    Menghafal adalah upaya seseorang agar selalu dekat dan mampu berinteraksi penuh dengan Alquran. Anda harus mengkhususkan waktu untuk menghafal. Jangan “sisa waktu” yang Anda berikan untuk Alquran, tapi sediakanlah waktu khusus untuknya. Semakin lama Anda menyediakan waktu untuknya, maka semakin besar Alquran mencintai Anda.
Berlama-lamalah dengan Alquran. Seseorang pernah bertanya, “Berapa lama dan apa saja yang kita lakukan dengannya?”. Ustadz Deden Mukhyaruddin menjawab, “Se-lama mungkin dan terserah apa yang mau kalian lakukan dengannya!”. Artinya, jika sudah menghafal ayat, Anda bisa lanjut untuk mentadaburi, atau muraja’ah, atau sekedar tilawah Alquran. Di lain kesempatan, Ustadz Yusuf Sackiro berkata tentang prime time ini, “Aktivitas seorang hafidz dengan Alquran itu harus lebih intensif dibandingkan dengan aktivitasnya yang lain.”
Jangan pernah katakan bahwa Anda sibuk sehingga belum bisa menghafal atau belum bisa bergabung dalam Lembaga Tahfizh Quran (LTQ). Perlu diketahui, tidak ada kesibukan yang akan berakhir tanpa adanya campur tangan dari Allah. Bukankah Khalifah Umar bin Khaththab malah menambah tilawahnya setelah dilantik menjadi khalifah? Lantas, siapa kita sehingga tidak mampu mengkhususkan waktu untuk Alquran. Semoga kita, khususnya para aktivis dakwah, tidak ada yang belum mulai menghafalkan Alquran.
  1. Menuruti Kendala
“Saya cepat mengantuk kalau menghafal!”
“Otak saya agak lemah, sangat lama untuk mengingat ayatnya!”
Jangan pernah menuruti kendala-kendala di atas ataupun kendala yang lain. Bersahabatlah dengan kendala karena Anda terbiasa melawannya. Jika mengantuk, jangan menghentikan menghafal dan jangan segera tidur! Lakukanlah hal lain sejenak atau sekedar mengambil air wudhu. Jika memang mengantuk berkelanjutan, Ustadz Deden menyarankan agar Anda tetap menghafal hingga prime time untuk Alquran sudah habis. Tidak masalah jika hafalan kurang bagus karena mengantuk karena itu bisa dimurajaah lagi. Berbeda jika keadaannya Anda memilih tidur. Justru, Anda akan selalu memilih tidur ketika mengantuk saat menghafal di lain hari.
  1. Membenarkan Alasan Umur untuk Santai dalam Menghafal
“Saya sudah terlalu tua untuk menghafal, jadi sepertinya susah!”. Terkadang, beberapa orang juga menjadikan alasan umur sebagai kendala. Maka tidakkah dirinya ingat bahwa menghafal bukan untuk hafal! Iya, menghafal bukan untuk hafal, tapi hanya untuk sekedar dekat dengan Alquran.
Anda jangan iri dengan mereka yang memiliki kemampuan menghafal dengan cepat. Karena ketahuilah, bahwa kemampuan cepat menghafal adalah ujian dari Allah. Ujian untuk menguji apakah hamba-Nya tersebut bersyukur atau justru kufur nikmat. Tetapi, jika Anda termasuk orang yang agak lamban dalam menghafal, bersyukurlah sebanyak-banyaknya karena itu tandanya Allah ingin Anda selalu dekat dengan Alquran! Masya Allah, itulah karunia yang paling besar.
  1. Bukan Bersabar, Melainkan Bersyukur dalam Menghafal Quran
Ustadz Deden pernah berkata, “Tidak perlu bersabar dalam menghafal Alquran! Karena, segala interaksi dengannya akan mendatangkan berkah. Maka, bersyukurlah!” Kita bisa hafidz Quran 30 juz bukan karena usaha kita, tetapi karena rahmat (nikmat) dari Allah Swt. Jangankan hafidz 30 juz, ketika kita baru memulai menghafal satu ayat pun, itu merupakan sebuah nikmat dari Allah Swt untuk kita. Maka, ketika Anda menghafal, bersyukurlah. Dan rasakan bagaimana rasa syukur tersebut dapat membuat Anda untuk terus menghafal ayat berikutnya.
  1. Melihat role model yang salah
Seseorang pernah bertanya kepada Ustadz Deden, “Saya heran sama si Fulan, sudah hafidz tapi beliau masih saja berpacaran, ustadz?” Beliau menjawab, “Saya tidak yakin si Fulan memiliki hafalan yang kuat.” Ikhwahfillah.. Jika seseorang memiliki niat lurus dalam menghafal Alquran, maka ia akan menjadikan hafalannya sebagai benteng atas kemaksiatan yang menggoda di depannya. Tidak ada orang yang kuat hafalannya sementara ia terus bermaksiat. Namun perlu diingat oleh seorang hafidz Quran bahwa semakin tinggi pohon berdiri, maka semakin besar pula angin yang akan menerjangnya.
  1. Kurang Memperhatikan Momen Muraja’ah
Ketika sudah memiliki hafalan, sedikit apapun itu, harus di muraja’ah. Jangan muraja’ah seadanya, tapi muraja’ah yang berkualitas. Bagaimana cara muraja’ah yang berkualitas? Muraja’ah memiliki empat zona, yaitu:
  • Satu hari, yaitu memuraja’ah seluruh hafalan selama satu hari. Jika Anda memiliki hafalan 1 juz, maka Anda muraja’ah 1 juz tersebut per harinya.
  • Tiga hari, yaitu memuraja’ah seluruh hafalan selama tiga hari. Artinya, jumlah hafalan Anda dibagi tiga hari. Jika Anda memiliki hafalan 1 juz, berarti Anda muraja’ah 3-4 lembar per harinya. Dengan demikian, hafalan Anda terjaga selama tiga hari berturut-turut.
  • Tujuh hari, yaitu memuraja’ah seluruh hafalan selama 7 hari. Jika Anda memiliki hafalan 7 juz, maka Anda muraja’ah 1 juz per harinya.
  • Sepuluh hari, yaitu memuraja’ah seluruh hafalan selama 10 hari. Jika Anda memiliki hafalan 30 juz, maka Anda muraja’ah 3 juz per harinya. Dan ini adalah zona aman bagi mereka yang telah mengkhatamkan hafalan 30 juz.
Jangan menambah hafalan baru (ziyadah) tanpa mengulang hafalan yang lama (muraja’ah). Muraja’ah harus lebih diperhatikan daripada ziyadah. Masing-masing porsinya adalah 50% untuk muraja’ah, porsi 30% untuk ziyadah, kemudian sisa porsi 20% untuk tilawah.
Perhatikanlah moment muraja’ah Anda dengan baik. Ingatlah.. Seseorang dikatakan hafidz bukan sekarang, tapi nanti, yaitu ketika ia meninggal dunia sedangkan hafalannya masih terpelihara. Jadilah husnul khatimah dengan Alquran!
“Saat perang Uhud, banyak para shahabat yang syahid dan Allah memasukkan mereka ke golongan Alhul Quran (keluarganya Alquran)? Kenapa Allah menasukkan mereka ke golongan tersebut sedangkan saat itu ayat dan surat dalam Alquran belum sempurna diturunkan? Jawabannya adalah, seandainya mereka masih hidup, maka mereka akan terus menghafal Alquran, mereka akan terus berusaha agar selalu dekat dengannya. Ingatlah.. Menghafal bukan untuk hafal, tapi hanya sekadar untuk dekat dengan Alquran”

No comments:

Post a Comment